AKU, BUKU-BUKU, DAN THEKELAN SORE INI


Siang ini (Minggu, 2 April 2017), saya mengunjungi basecamp pendakian Gunung Merbabu via Thekelan. Disana saya membantu salah satu teman yang sedang memulai sebuah gagasan yang bernama Perpus Gunung. Dimana perpus gunung ini menggalang donasi buku untuk mengisi perpustakaan yang berada di desa-desa daerah kaki gunung. Untuk pertama kali ini Perpus Gunung berlokasi di Basecamp Pendakian Merbabu via Thekelan. Letaknya di Desa Batur, Kec. Getasan, Kab. Semarang. Dingin seperti halnya kaki gunung, dan pemandanganya sangat bagus. Mungkin sangat cocok untuk menikmati buku disuasana seperti itu. Tapi tulisan ini akan menceritakan tentang bagaimana kesan saya datang kesana tadi yang saya yakin merasa senang saat disana.


Dimulai dari menjadi yang pertama sampai di basecamp diantara rombongan yang berangkat dari Salatiga.  Pintu Basecamp masih tertutup. Ternyata sedang ada yang disebut sambatan disekitar lokasi. Sambatan itu dari kata sambat dalam bahasa jawa yang berarti meminta tolong. Ketika seseorang sedang mempunyai keperluan misalnya memperbaiki rumah, si empunya hajat nyambat kepada tetangga lalu dengan gotong royong tetangga membantunya. Kegiatan itulah yang kiranya dinamakan sambatan. Kembali ke waktu saya datang, ada bapak-bapak yang berteriak dari atas rumah yang menyarankan saya kerumah sebelah agar dibukakan pintu basecamp. Langsung saya turuti lalu pintu sudah dibukakan dan teman-teman satu-persatu datang.


Beberapa kali saya datang ditempat ini. Tapi ada yang berbeda dari beberapa minggu lalu dalam suasana didalam basecamp. Ada perbedaan dari penataan letak pajangan ukiran yang digantung di dinding. Dan ternyata sudah ada label harganya dari setiap ukiran tersebut. Pertama kali berkunjung kesini dalam rangka kegiatan perpus gunung memang ada kegiatan mengukir kayu sisa-sisa menjadi pajangan. Mulai dari wajah seseorang yang mungkin memesanya hingga ukiran bertema hiking dan alam. Saya sempat memfoto saat pertama melihat kegiatan tersebut. Beberapa orang ada yang mengamplas, mengukir, hingga menggambar pola ukiranya. Sisa-sisa kayu yang di ukir itu dapat bernilai lebih setelah terbentuk sempurna. Memang itu bukan suatu mata pencaharian utama mereka, tapi kegiatan positif ini yang membuat saya kagum. Mempunyai waktu luang bukan berarti saat itu hanya perlu menunggu, tapi dengan sedikit kegelisahan dapat meningkatkan kreatifitas dan menghasilkan karya. Entah kegelisahan dari bosan dan hanya ingin sibuk, memanfaatkan barang sisa, atau mendapatkan hasil dari peningkatan nilai sisa-sisa kayu itu, mereka berhasil membuat saya merasa kurang pintar dalam mengisi waktu.















Lumayan lama kami mendata dan menata buku yang baru datang. Hingga selesai semua dan kami punya kesempatan sedikit menikmati hawa dingin disana. Kami tidak dapat langsung pulang karena hujan turun. Sedikit bercengkrama dan bercanda mengalihkan dari hawa dingin. Ada pula anak-anak yang tertarik dengan buku-buku di rak. Mereka membuka-buka dan melihatnya. Meski sedikit sambil bermain mereka setidaknya mulai akrab dengan keberadaan buku-buku di sana. Tidak merasa takut mengambilnya akan membuat buku-buku itu tidak terkesan harus selalu rapi hingga angker dan jauh dari jangkauan. Dan sebaik-baik buku adalah yang rusak karena dibaca. Salam…



Komentar

Postingan Populer